Dewan pimpinan Bank Dunia memilih Jim Yong Kim menjadi presiden baru bagi lembaga keuangan terkemuka itu. Kim akan memulai tugas barunya ini Juli mendatang.
Berbeda dari dua kandidat lain, cendekiawan Amerika keturunan Korea itu belum berpengalaman bekerja di Bank Dunia, namun pernah memimpin proyek penanggulangan HIV/AIDS di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut stasiun berita BBC, Kim akan memimpin lembaga yang mempekerjakan 9.000 ekonom dan pakar pembangunan yang tersebar di penjuru dunia. Dia juga harus mengelola portofolio piutang Bank Dunia, yang tahun lalu mencapai US$258 miliar.
Merujuk pada "tradisi politik" yang sudah berjalan selama lebih dari 60 tahun lalu, penunjukkan Kim sebagai presiden baru Bank Dunia tak lepas dari pengaruh AS. Dia ditunjuk Presiden Barack Obama untuk menggantikan Robert Zoellick, yang akan pensiun akhir Juni mendatang.
Menurut beberapa kalangan, terlepas dari pengaruh lobi AS, Kim memiliki kelebihan tersendiri yang membuat dia pantas memimpin Bank Dunia. Rektor Universitas Dartmouth College itu dipuji karena punya pengalaman yang luas dalam turut berperan memperbaiki layanan kesehatan di negara-negara miskin.
Pada dekade 1990an, misalnya, dokter yang kini berusia 52 tahun itu berhasil menerapkan cara yang efektif dan hemat biaya dalam menanggulangi wabah tuberculosis (TBC) di kawasan kumuh Amerika Selatan. Kim, yang ikut orangtuanya pindah ke AS di usia 5 tahun, juga pernah dipercaya WHO memimpin tim untuk merawat jutaan penderita HIV/AIDS di Afrika.
Latar belakang medis yang dimiliki Kim ini menjadi modal besar dalam memimpin Bank Dunia untuk membantu pembangunan di negara-negara berkembang dan miskin, yang menjadi mayoritas klien lembaga itu. Buruknya kesehatan merupakan salah satu masalah besar bagi negara-negara dunia ketiga.
Bank Dunia selama ini fokus memerangi kemiskinan dan mendukung pembangunan dengan bentuk pinjaman lunak maupun bantuan teknis kepada para negara klien. Dalam beberapa dekade terakhir, lembaga itu berkonsentrasi menjalankan program di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Kim mengaku bahwa perjuangan mahaberat yang dia alami saat kecil bersama orangtuanya untuk mencari penghidupan di AS setelah mengungsi dari Korsel merupakan modal tak ternilai seumur hidup. Keyakinan untuk berhasil akan coba dia tanamkan dalam berhubungan dengan rakyat di negara-negara miskin.
"Pengalaman yang dirasakan bersama keluarga telah memberi saya optimisme yang kuat mengenai apa yang bisa dialami orang-orang miskin. Kita bisa memulai dari awal yang sangat sederhana dan dari konflik yang sangat mengerikan untuk bertahan dan kemudian menggapai hidup yang bermartabat," kata Kim seperti dikutip The Guardian.
Dilahirkan di Seoul pada 1959, Kim dan keluarga termasuk korban brutalnya Perang Korea 1950-1953. Beberapa tahun setelah perang saudara itu, Seoul dan kota-kota lainnya masih porak-poranda.
Ayah Kim harus melarikan diri dari Korea Utara di usia 17 tahun dan tidak pernah lagi melihat keluarganya. Ibu Kim pun juga terpaksa berjalan lebih dari 300 km untuk meloloskan diri dari gerakan pasukan komunis.
Di usia lima tahun, Kim ikut orangtua mengadu nasib ke Iowa, AS. Berkat kerja keras, ayah Kim bisa menjadi pengajar dan ibunya menerima beasiswa ilmu filsafat.
Kim pun mengukir prestasi yang luar biasa di bangku sekolah. Dia lulus gelar S1 di Brown University dengan katagori magna cum laude. Kemudian dia melanjutkan pendidikan kedokteran di Universitas Harvard hingga meraih gelar doktor.
Menurut stasiun berita BBC, Kim akan memimpin lembaga yang mempekerjakan 9.000 ekonom dan pakar pembangunan yang tersebar di penjuru dunia. Dia juga harus mengelola portofolio piutang Bank Dunia, yang tahun lalu mencapai US$258 miliar.
Merujuk pada "tradisi politik" yang sudah berjalan selama lebih dari 60 tahun lalu, penunjukkan Kim sebagai presiden baru Bank Dunia tak lepas dari pengaruh AS. Dia ditunjuk Presiden Barack Obama untuk menggantikan Robert Zoellick, yang akan pensiun akhir Juni mendatang.
Menurut beberapa kalangan, terlepas dari pengaruh lobi AS, Kim memiliki kelebihan tersendiri yang membuat dia pantas memimpin Bank Dunia. Rektor Universitas Dartmouth College itu dipuji karena punya pengalaman yang luas dalam turut berperan memperbaiki layanan kesehatan di negara-negara miskin.
Pada dekade 1990an, misalnya, dokter yang kini berusia 52 tahun itu berhasil menerapkan cara yang efektif dan hemat biaya dalam menanggulangi wabah tuberculosis (TBC) di kawasan kumuh Amerika Selatan. Kim, yang ikut orangtuanya pindah ke AS di usia 5 tahun, juga pernah dipercaya WHO memimpin tim untuk merawat jutaan penderita HIV/AIDS di Afrika.
Latar belakang medis yang dimiliki Kim ini menjadi modal besar dalam memimpin Bank Dunia untuk membantu pembangunan di negara-negara berkembang dan miskin, yang menjadi mayoritas klien lembaga itu. Buruknya kesehatan merupakan salah satu masalah besar bagi negara-negara dunia ketiga.
Bank Dunia selama ini fokus memerangi kemiskinan dan mendukung pembangunan dengan bentuk pinjaman lunak maupun bantuan teknis kepada para negara klien. Dalam beberapa dekade terakhir, lembaga itu berkonsentrasi menjalankan program di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Kim mengaku bahwa perjuangan mahaberat yang dia alami saat kecil bersama orangtuanya untuk mencari penghidupan di AS setelah mengungsi dari Korsel merupakan modal tak ternilai seumur hidup. Keyakinan untuk berhasil akan coba dia tanamkan dalam berhubungan dengan rakyat di negara-negara miskin.
"Pengalaman yang dirasakan bersama keluarga telah memberi saya optimisme yang kuat mengenai apa yang bisa dialami orang-orang miskin. Kita bisa memulai dari awal yang sangat sederhana dan dari konflik yang sangat mengerikan untuk bertahan dan kemudian menggapai hidup yang bermartabat," kata Kim seperti dikutip The Guardian.
Dilahirkan di Seoul pada 1959, Kim dan keluarga termasuk korban brutalnya Perang Korea 1950-1953. Beberapa tahun setelah perang saudara itu, Seoul dan kota-kota lainnya masih porak-poranda.
Ayah Kim harus melarikan diri dari Korea Utara di usia 17 tahun dan tidak pernah lagi melihat keluarganya. Ibu Kim pun juga terpaksa berjalan lebih dari 300 km untuk meloloskan diri dari gerakan pasukan komunis.
Di usia lima tahun, Kim ikut orangtua mengadu nasib ke Iowa, AS. Berkat kerja keras, ayah Kim bisa menjadi pengajar dan ibunya menerima beasiswa ilmu filsafat.
Kim pun mengukir prestasi yang luar biasa di bangku sekolah. Dia lulus gelar S1 di Brown University dengan katagori magna cum laude. Kemudian dia melanjutkan pendidikan kedokteran di Universitas Harvard hingga meraih gelar doktor.
Love, Deny.
vivanews.com
0 komeng:
Post a Comment